Diharamkannya Mengatakan Syahinsyah (Raja Diraja) kepada Penguasa
Diharamkannya Mengatakan Syahinsyah (Raja Diraja) kepada Penguasa adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 07 Rajab 1446 H / 07 Januari 2025 M.
Kajian Tentang Diharamkannya Mengatakan Syahinsyah (Raja Diraja) kepada Penguasa
Pembahasan terakhir kita adalah tentang dianjurkannya seseorang ketika meminta surga Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyebut nama Allah. Pada kajian ini membahas tentang diharamkannya seseorang mengatakan kepada penguasa (raja, presiden, khalifah, atau amirul mukminin) dengan istilah “Syahinsyah”.
Syahinsyah yang dimaksud adalah “Raja Diraja” atau “Raja Segala Raja”. Istilah ini tidak dibenarkan digunakan untuk menyebut penguasa atau pemimpin, karena Malikul Muluk hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah adalah Raja dari semua raja yang ada. Oleh karena itu, istilah atau nama ini tidak boleh digunakan untuk seorang pemimpin atau penguasa di dunia.
Disebutkan di sini bahwa makna dari istilah syahinsyah dalam bahasa Arab adalah Malikul Muluk (Raja Segala Raja). Tidak ada yang patut disifatkan dengan nama ini kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian pula hal ini berlaku untuk nama-nama Allah lainnya. Tidak boleh diberikan kepada seseorang secara langsung, misalnya nama Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih). Nama ini hanya milik Allah. Jika ingin menggunakan nama tersebut, hendaknya didahului dengan kata ‘Abdu (hamba), seperti Abdurrahman (Hamba Allah Yang Maha Pengasih). Ini adalah adab yang harus dipahami dan diterapkan dalam penamaan.
Imam An-Nawawi rahimahullah membawakan hadits pertama dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللهِ – عز وجل – رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ
“Sesungguhnya nama yang paling hina/rendah di sisi Allah ‘Ta’ala’Azza wa Jalla adalah seseorang yang menamakan dirinya Malik Al-Amlak (Raja Segala Raja).” (Muttafaqun ‘alaihi)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan umatnya segala sesuatu yang menjadi bimbingan dan arahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik aqidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Bahkan, dalam hal pemberian nama pun Rasulullah memberikan arahan yang jelas.
Adapun penyebutan seseorang dengan nama Malik Al-Muluk atau Malik Al-Amlak termasuk dalam kategori nama yang diharamkan. Hal ini sesuai dengan judul bab yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi Rahimahullah, yaitu باب تحريم, yang artinya larangan. Dengan demikian, hukumnya haram menamai seseorang dengan istilah tersebut.
Hadits ini memberikan pelajaran penting kepada kita, di antaranya adalah tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa Allah memiliki 99 nama, yaitu 100 kurang satu, ini yang diketahui dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Hakikatnya, nama-nama Allah lebih dari 99, tetapi yang disampaikan melalui Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 99 nama tersebut.
Semua nama Allah mengandung kemuliaan, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mulia dan Maha Sempurna dari segala sisi: Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya, serta segala yang dilakukan-Nya adalah yang terbaik. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk memanggil Allah dengan nama-nama yang telah Dia kabarkan kepada kita dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Nama-nama Allah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Sebagai contoh, dalam hadits yang sedang kita bahasa ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan:
إنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللهِ – عز وجل – رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ
“Sesungguhnya nama yang paling hina/rendah di sisi Allah adalah seseorang yang menamakan dirinya Malik Al-Muluk (Raja Segala Raja).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nama Malik Al-Muluk ini adalah nama yang khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak boleh disematkan kepada manusia.
Selain itu, hadits ini juga memberikan pelajaran tentang adab seorang hamba kepada Allah. Islam mengajarkan seluruh jenis adab, baik adab kepada Allah, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sesama kaum muslimin, kedua orang tua, kerabat, tetangga, bahkan kepada orang yang bukan muslim. Semua adab ini telah diajarkan dalam Islam dan itulah yang terbaik.
Salah satu adab seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tidak menamakan dirinya atau orang lain dengan nama-nama yang khusus bagi Allah. Contohnya, nama Malik Al-Muluk atau Malikul Amlak (Raja Segala Raja). Menyematkan nama seperti ini adalah perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala. Allah menghinakan orang yang bermaksiat kepada-Nya, kecuali jika orang tersebut bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Penyebutan nama Malik Al-Muluk termasuk dosa besar jika seorang menamakan dirinya demikian, kecuali jika dia tidak mengetahui hukum tersebut. Orang yang jahil atau tidak paham harus diajarkan dan diberi informasi bahwa nama Malik Al-Muluk hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nama ini tidak boleh digunakan oleh manusia, baik sebagai nama diri maupun gelar untuk para penguasa.
Sebagai contoh, Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu, setelah dipilih menjadi pemimpin kaum muslimin, disebut dengan gelar Amirul Mukminin (Pemimpin Orang-Orang Beriman). Sedangkan Abu Bakar As-Siddiq Radhiallahu ‘Anhu, sebagai pengganti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memimpin kaum muslimin, dikenal dengan gelar Khalifatu Rasulillah (Pengganti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Gelar-gelar ini adalah nama yang syar’i dan dibolehkan dalam Islam.
Adapun nama atau gelar yang menunjukkan sifat-sifat keagungan dan kebesaran, yang hanya layak bagi Allah, tidak dibenarkan untuk disematkan kepada makhluk. Demikian pula, orang tua tidak boleh memberi anak-anak mereka nama-nama yang buruk. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan agar kita menamai anak-anak dengan nama yang baik.
Islam juga melarang mensifati makhluk dengan sifat-sifat keagungan yang hanya pantas bagi Allah. Pemberian sifat atau gelar tersebut harus sesuai dengan status atau kedudukan manusia sebagai makhluk, tanpa melampaui batas yang menunjukkan pengagungan yang berlebihan.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54868-diharamkannya-mengatakan-syahinsyah-raja-diraja-kepada-penguasa/